
Swasembada Pangan 2027 Terancam Gagal Total
Maret 12, 2025
SDM Riset Lemah, Proyek Strategis Nasional Terancam
Maret 14, 2025Ketika wacana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) kembali mencuat, perhatian kini tertuju pada satu lembaga yang pernah berjaya: BATAN. Mungkinkah kebangkitan energi nuklir nasional dimulai dari sana?
NEPIO Langkah Strategis Menuju PLTN
Pemerintah Indonesia tengah bersiap membentuk Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO), sebuah badan pelaksana program energi nuklir sebagai syarat utama pembangunan PLTN. Rencana ini mendapat sambutan positif dari kalangan ilmuwan, termasuk dari Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI).
Menurut Rohadi Awaludin, peneliti MITI, pembentukan NEPIO adalah langkah penting, namun harus didukung struktur kelembagaan yang kuat dan berpengalaman.
“NEPIO ini perlu dipayungi oleh lembaga pemerintah yang mengurusi ketenaganukliran dan memiliki kapasitas teknis yang mumpuni. Di sinilah pentingnya mengaktifkan kembali BATAN,” ujar Rohadi.
BATAN Sudah Siap Jalankan Peran Strategis
Sebagai lembaga yang telah lama eksis sebelum dilebur, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) memiliki rekam jejak panjang dalam penelitian, pengembangan teknologi nuklir, serta pengelolaan limbah radioaktif. Bahkan, dalam konteks ketenaganukliran nasional, BATAN sudah menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
Rohadi menilai bahwa kehadiran BATAN sebagai Technical and Scientific Support Organization (TSO) sangat vital dalam mendukung NEPIO, tidak hanya dari sisi regulasi tetapi juga dalam aspek teknis dan ilmiah.
“BATAN dapat memainkan peran dalam promosi, riset, dukungan teknik, regulasi, hingga pengelolaan limbah dan dekomisioning PLTN. Mereka punya kapasitas itu sejak lama,” tegasnya.
Potensi Sumber Daya dan Legitimasi Kelembagaan
Selain dari segi fungsi, Rohadi juga menekankan kesiapan sumber daya manusia dan legalitas BATAN yang masih relevan.
“Secara kelembagaan dan kemampuan SDM, BATAN sangat diperlukan. Bahkan secara hukum, BATAN sudah sangat memadai untuk menjadi payung NEPIO,” ungkapnya.
Ia juga yakin bahwa para peneliti yang pernah tergabung di BATAN akan menyambut baik bila lembaga ini diaktifkan kembali untuk tujuan strategis pembangunan energi nuklir nasional.
“Saya yakin peneliti yang sebelumnya pernah bergabung di BATAN akan menyambut baik ide ini,” kata Rohadi optimistis.
PLTN Butuh Kepastian Lembaga, Bukan Hanya Antusiasme Investor
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap bahwa draf Keputusan Presiden (Keppres) terkait pembentukan NEPIO sudah ada di tangan. Langkah ini dilakukan untuk merespons ketertarikan sejumlah negara yang mulai menjajaki kerja sama teknologi dan investasi dalam pembangunan PLTN di Indonesia.
Namun, menurut para ahli, dukungan investor saja tidak cukup tanpa fondasi kelembagaan yang kuat dan kredibel. Kembali menghidupkan BATAN sebagai lembaga riset dan teknis yang menaungi NEPIO akan memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi energi nuklir dan membangun kepercayaan publik.
Momentum Baru untuk Nuklir Indonesia
Jika Indonesia serius ingin masuk ke era energi nuklir, maka infrastruktur kelembagaan harus dipersiapkan matang. Mengaktifkan kembali BATAN bukan sekadar nostalgia, melainkan strategi memperkuat basis ilmiah, teknis, dan regulatif menuju kemandirian energi masa depan.
Dengan dukungan NEPIO yang ditopang oleh lembaga seperti BATAN, pembangunan PLTN di Indonesia berpeluang lebih terarah dan aman, baik secara teknis maupun sosial-politik.