
Waspada Lonjakan Harga Beras, Saatnya Pemerintah Berdayakan Petani
Maret 11, 2025
Suksesi Energi Nuklir Indonesia, Aktifkan Kembali BATAN
Maret 13, 2025Mimpi Indonesia mencapai swasembada pangan pada 2027 kian jauh dari kenyataan. Ancaman perubahan iklim, degradasi lahan, hingga ketergantungan pada impor menjadi rintangan besar. Lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah?
Realita Pahit di Balik Target Ambisius
Target swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah untuk 2027 menghadapi tantangan berat. Meski upaya peningkatan produksi dalam negeri terus digencarkan, hasilnya masih belum menunjukkan perbaikan signifikan.
“Evaluasi pencapaian target swasembada pangan hingga awal 2025 menunjukkan bahwa meskipun pemerintah telah berupaya keras meningkatkan produksi pangan dalam negeri, hasilnya masih belum maksimal,” ungkap Pujiatmoko, peneliti Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) sekaligus mantan Atase Pertanian RI di Tokyo.
Ia menyoroti bahwa komoditas utama seperti beras, jagung, gula, dan garam masih sangat bergantung pada impor, yang mengindikasikan adanya kesenjangan besar antara target dan realitas lapangan.
Keterbatasan Lahan hingga Ketimpangan Pusat-Daerah
Pujiatmoko menjelaskan bahwa sejumlah faktor mendasar menjadi penghambat utama dalam upaya mewujudkan kemandirian pangan nasional. Perubahan iklim yang kian ekstrem, alih fungsi lahan pertanian, serta ketergantungan pada bahan baku impor seperti pupuk dan pakan menjadi tantangan nyata.
Ia juga menyoroti adanya celah dalam kebijakan nasional yang tertuang dalam Perpres No. 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029, khususnya pada proyek strategis nasional (PSN) ketahanan pangan.
“Keterbatasan infrastruktur pertanian dan distribusi pangan di daerah terpencil masih menjadi hambatan besar. Ketergantungan tinggi terhadap impor juga mencerminkan ketidakseimbangan dalam kebijakan pengelolaan antara pemerintah pusat dan daerah,” jelasnya.
Masalah klasik lain seperti degradasi lingkungan, minimnya dukungan terhadap diversifikasi pangan, serta lemahnya teknologi pertanian di tingkat petani juga menjadi faktor penghambat yang tak boleh disepelekan.
Alternatif Strategis yang Terlupakan
Ketika komoditas utama seperti beras dan jagung rentan terhadap perubahan iklim dan fluktuasi pasar global, diversifikasi pangan menjadi solusi jangka panjang yang layak diperjuangkan.
“Untuk mencapai swasembada pangan, penting untuk mengurangi ketergantungan pada beberapa komoditas utama dengan mendorong diversifikasi produk pangan domestik. Salah satu langkah strategis adalah mendukung komoditas lokal seperti umbi-umbian yang berpotensi menggantikan impor,” terang Pujiatmoko.
Diversifikasi bukan hanya memperkuat ketahanan pangan nasional, tetapi juga memberikan peluang ekonomi baru bagi petani lokal dan memperluas pilihan pangan sehat untuk masyarakat.
Tiga Pilar yang Harus Diperkuat
Menurut Pujiatmoko, pemerintah perlu membangun kembali fondasi sistem pangan nasional melalui perbaikan infrastruktur dan modernisasi sistem distribusi.
“Akses petani terhadap teknologi pertanian modern perlu ditingkatkan, diikuti dengan penguatan infrastruktur seperti jaringan irigasi dan sistem penyimpanan pangan yang efisien. Ini akan mengurangi pemborosan dan memastikan pangan sampai ke konsumen tepat waktu,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya reformasi kebijakan harga dan subsidi yang selama ini kurang tepat sasaran.
“Harga produk pertanian harus disesuaikan dengan biaya produksi sesungguhnya. Subsidi perlu diberikan secara terarah, khususnya bagi petani kecil dan menengah. Kebijakan harga yang realistis akan menjadi insentif agar petani lebih bersemangat meningkatkan produksi,” tegasnya.
Kemandirian Pangan Butuh Langkah Nyata, Bukan Retorika
Target swasembada pangan 2027 adalah ambisi besar yang memerlukan pendekatan lintas sektor, strategi berkelanjutan, dan dukungan serius pada petani sebagai ujung tombak produksi. Tanpa evaluasi menyeluruh dan pembenahan sistemik, mimpi ini bisa tinggal wacana.
Kebijakan pangan nasional harus dibangun bukan semata untuk menghindari impor, tetapi untuk memastikan ketersediaan pangan yang berkelanjutan, adil, dan tangguh terhadap krisis. Sebagaimana disampaikan Pujiatmoko, saatnya pemerintah bergerak lebih strategis—bukan hanya lebih cepat.