
Presiden Prabowo Harus Kembalikan Kedaulatan Ristek Nasional
Oktober 30, 2024
Program Hilirisasi: Ledakan Smelter Tanda Krisis Keselamatan
November 1, 2024Jakarta – Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mewajibkan penggunaan mobil Maung produksi PT Pindad sebagai kendaraan dinas menteri dan pejabat negara mendapatkan apresiasi dari kalangan ilmuwan. Langkah tersebut dinilai sebagai sinyal awal kebangkitan industri strategis berbasis riset dan teknologi dalam negeri yang selama ini mengalami stagnasi.
Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Mulyanto, menyebut kebijakan itu bukan sekadar simbolisme nasionalisme, tetapi memiliki nilai strategis dalam mendorong kemandirian industri dan inovasi teknologi nasional.
“Gebrakan ini adalah bentuk dukungan nyata terhadap industri nasional. Ini lebih baik daripada memperbesar ketergantungan terhadap produk impor, sebagaimana yang terjadi pada beberapa kebijakan sebelumnya terkait mobil listrik,” ungkap Mulyanto.
Industri Berbasis Ristek: Kunci Daya Saing dan Kedaulatan Ekonomi
Mulyanto menjelaskan bahwa industri yang dibangun dari hasil riset dan penguasaan teknologi sendiri akan melahirkan produk-produk yang berdaya saing tinggi dan bernilai tambah, sehingga berkontribusi langsung pada penguatan ekonomi nasional, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan devisa negara.
“PT Pindad adalah contoh konkret bagaimana industri berbasis teknologi dapat berkembang jika didukung penuh. Produk Maung membuktikan bahwa BUMN strategis kita masih memiliki daya cipta dan kapasitas produksi yang bisa dibanggakan, baik untuk kebutuhan militer maupun sipil,” tegasnya.
Produk dalam negeri seperti Maung tidak hanya mampu memenuhi standar kebutuhan fungsional, tetapi juga menunjukkan potensi ekonomi inovasi, di mana riset dan teknologi menjadi basis utama produksi, bukan hanya sumber daya alam semata.
Revitalisasi Kelembagaan Iptek sebagai Pilar Pembangunan Industri
MITI menilai, jika Indonesia ingin membangun ekosistem industri yang berkelanjutan dan mandiri, maka Pemerintah perlu mengembalikan peran strategis lembaga-lembaga riset teknologi nasional seperti BPPT, BATAN, LAPAN, dan LIPI—yang saat ini dilebur dalam BRIN—agar tidak kehilangan fungsi aplikatif dan hilirisasi.
“Kondisi saat ini tidak mendukung integrasi antara hasil riset dan kebutuhan industri. Laboratorium pengujian di kawasan Puspiptek Serpong, misalnya, terancam menjadi tidak termanfaatkan jika tidak segera dioptimalkan melalui kebijakan yang progresif,” terang Mulyanto, yang juga merupakan anggota Komisi Energi DPR RI periode 2019–2024.
MITI juga mendorong penataan kembali Kawasan Industri dan Teknologi Serpong agar berfungsi sebagai pusat pengembangan inovasi yang terintegrasi, mulai dari riset dasar, pengembangan teknologi, hingga skala produksi dan komersialisasi.
Konsistensi Kebijakan: Dari Mobil Nasional ke Ekonomi Berbasis Inovasi
Langkah Presiden Prabowo dinilai akan bermakna besar jika diikuti dengan konsistensi kebijakan jangka panjang yang mendorong transformasi industri nasional berbasis riset dan teknologi. Hal ini termasuk dalam agenda hilirisasi sumber daya alam yang tidak semata-mata berorientasi pada ekspor bahan mentah, tetapi diarahkan pada pengembangan produk teknologi tinggi yang bernilai tambah besar.
“Indonesia tidak kekurangan sumber daya manusia unggul di bidang riset dan teknologi. Yang dibutuhkan adalah komitmen politik dan tata kelola kelembagaan yang kuat. Presiden Prabowo punya peluang besar untuk mewujudkan visi industri nasional berbasis inovasi,” pungkas Mulyanto.