
Evaluasi Energi Terbarukan: Pemerintah Fokus pada Kepentingan Nasional
Februari 13, 2025
Pakar MITI Soroti Potensi Eksploitasi SDA
Februari 19, 2025Penandatanganan kerja sama strategis membuka harapan baru bagi kemandirian industri pertahanan Indonesia.
Jakarta – Penandatanganan kerja sama antara perusahaan teknologi pertahanan Turki, Baykar Haluk, dan perusahaan nasional Republikorp untuk pembangunan pabrik drone di Indonesia membuka lembaran baru dalam pengembangan teknologi dalam negeri. Di tengah berbagai tantangan birokrasi dan pemangkasan anggaran riset, langkah ini dinilai sebagai momentum penting untuk menghidupkan kembali ekosistem riset strategis nasional yang sempat mati suri.
Peneliti senior Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Budi Heru, menyambut baik kolaborasi ini. Menurutnya, kehadiran investasi dan transfer teknologi dari luar negeri semestinya tidak hanya dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis jangka pendek, tetapi juga sebagai bahan bakar untuk melanjutkan program pengembangan teknologi drone nasional yang sempat dijalankan oleh lembaga-lembaga riset negara.
“Kerja sama ini bisa dimanfaatkan untuk menghidupkan kembali program strategis yang dulu sempat dirintis. Pemerintah perlu meneruskan hasil-hasil penelitian drone dalam negeri hingga benar-benar bisa diwujudkan dalam skala industri,” ungkap Budi.
Teknologi Drone Dari Pertahanan hingga Mitigasi Bencana
Menurut Budi, drone memiliki nilai strategis tinggi di berbagai sektor: dari pertahanan dan keamanan, hingga pemantauan pertanian, mitigasi bencana, dan logistik. Dengan bentuk geografis Indonesia yang berupa negara kepulauan, kebutuhan akan teknologi udara nirawak semacam ini tidak bisa ditawar.
“Geografis Indonesia sebagai negara kepulauan sangat membutuhkan drone sebagai alat alternatif dalam mengawasi kedaulatan dan pertahanan negara. Keberadaan drone juga menunjang program efisiensi yang saat ini sedang didorong pemerintah,” ujarnya.
Ia menilai, ketika program pengembangan drone sempat menjadi prioritas nasional, berbagai lembaga memainkan peran spesifik. Namun, integrasi lembaga-lembaga riset ke dalam BRIN justru memunculkan masalah struktural dan birokratis yang memperlambat pengembangan teknologi strategis seperti drone.
“Sebelum merger ke BRIN, riset drone melibatkan BPPT, LAPAN, dan PTDI dengan spesialisasi masing-masing. Namun kini, setelah riset dipusatkan ke BRIN, justru terkendala birokrasi dan reorganisasi. Bahkan tidak ada alokasi anggaran untuk sektor hankam,” keluhnya.
Dampak Pencabutan Program Drone dari Riset Nasional
Yang paling disesalkan, menurut Budi, adalah dicabutnya program pengembangan drone dari daftar flagship riset nasional. Langkah ini dinilainya sebagai kemunduran dalam upaya membangun ketahanan teknologi nasional.
“Pembatalan program pembuatan drone dalam negeri dari daftar flagship riset nasional sangat disayangkan. Ini adalah teknologi yang sangat diperlukan dalam berbagai bidang tugas strategis nasional,” tegasnya.
Tanpa Investasi Riset, Indonesia Akan Tertinggal
Dalam konteks global, Budi menegaskan bahwa investasi riset dan pengembangan (R&D) berkorelasi langsung dengan daya saing industri dan kemandirian negara. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Korea Selatan menjadi contoh nyata bagaimana belanja riset tinggi mampu mendorong kemajuan industri teknologi mereka.
“Pengembangan teknologi sangat penting untuk ketahanan nasional dan kemandirian industri. Negara dengan belanja riset tinggi terbukti lebih mandiri dan unggul,” jelasnya.
Namun, ia mengakui bahwa sektor swasta Indonesia belum cukup kuat untuk menjadi motor utama riset pertahanan. Infrastruktur dan ekosistem inovasi yang masih terbatas membuat kehadiran negara tetap dibutuhkan untuk mengisi celah yang ada.
“Sektor swasta di Indonesia belum bisa diandalkan menjadi penggerak utama riset pertahanan. Karena itu, negara harus hadir lebih kuat,” tambah Budi.
Seruan Reformasi Tata Kelola Riset
Di akhir, Budi menggarisbawahi pentingnya reformasi dalam tata kelola riset nasional. Ia menyerukan agar pemerintah tidak lagi memangkas anggaran riset, tetapi justru memperkuat ekosistem riset agar lebih adaptif terhadap kebutuhan industri dan kemandirian bangsa.
“Dana riset harus stabil dan meningkat, bukan malah dipangkas. Insentif dan ekosistem riset harus diperkuat agar para peneliti tetap produktif dan inovatif,” tandasnya.
Wujudkan Kemandirian Teknologi Lewat Kolaborasi Nyata
Kerja sama Indonesia–Turki dalam membangun pabrik drone bukan sekadar proyek bisnis, melainkan juga peluang strategis untuk menghidupkan kembali riset teknologi nasional yang selama ini terabaikan. Bila pemerintah mampu mengintegrasikan kerja sama ini dengan agenda riset dan industrialisasi jangka panjang, Indonesia bisa melangkah lebih dekat ke cita-cita menjadi negara maju yang berdaulat secara teknologi.