
MITI Kritik Pengusiran Wartawan dan Serukan Pengawasan Publik Terhadap Danantara
April 29, 2025Setelah Presiden Prabowo menyerukan reformasi besar-besaran terhadap ratusan BUMN, publik kini menanti aksi konkret. Bagi MITI, tidak ada tempat yang lebih tepat untuk memulai selain dari jantung energi nasional: Pertamina.
Reformasi yang Tak Boleh Sekadar Retorika
Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan evaluasi menyeluruh terhadap 844 perusahaan BUMN, termasuk anak, cucu, dan cicitnya, demi memastikan kontribusi optimal terhadap kesejahteraan rakyat. Dalam Town Hall Meeting Danantara yang digelar di Jakarta Convention Center, Senin (28/4/2025), Presiden juga menegaskan bahwa direksi BUMN harus bekerja secara profesional, transparan, dan tidak boleh terikat oleh suku, agama, ras, maupun afiliasi politik.
Instruksi ini disambut positif oleh Mulyanto, Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) sekaligus mantan Anggota Komisi Energi DPR RI 2019–2024. Namun, ia mengingatkan bahwa komitmen tersebut harus benar-benar diwujudkan.
“Arahan Presiden ini harus ditindaklanjuti secara serius dan konkret oleh Danantara. Jangan cuma sekedar retorika belaka,” tegas Mulyanto dalam keterangannya kepada media, Kamis (1/5).
Titik Awal yang Strategis dan Mendesak
MITI menyarankan agar proses evaluasi dimulai dari Pertamina, salah satu BUMN strategis yang paling disorot publik. Selain peran vitalnya dalam sektor energi nasional, Pertamina juga tercatat sebagai salah satu perusahaan negara yang kerap dikaitkan dengan praktik korupsi berskala besar.
“Ini logis. Selain karena Pertamina adalah BUMN besar yang strategis, di Pertamina juga terjadi kasus korupsi tambun yang menyebarkan histeria publik,” ujar Mulyanto.
Dalam beberapa tahun terakhir, publik dikejutkan oleh skandal korupsi di sejumlah BUMN. Kasus di Pertamina sendiri mencapai nilai kerugian negara hingga Rp195 triliun, disusul Rp300 triliun di PT Timah, dan kasus lainnya di Asabri, Jiwasraya, serta Garuda Indonesia. Nilai kerugian negara dari sektor ini sangat fantastis dan membekas dalam kesadaran masyarakat.
Kritik terhadap Politisasi dan Sistem Merit yang Diabaikan
Mulyanto juga menyoroti persoalan sistem meritokrasi dalam penempatan pejabat di tubuh BUMN, khususnya di Pertamina. Menurutnya, tidak adanya penerapan sistem merit yang jelas hanya memperbesar potensi intervensi politik dan melemahkan profesionalisme dalam manajemen BUMN.
“Terlebih lagi publik faham kalau sistem merit dalam mempromosikan SDM tidak diterapkan di Pertamina. Terbukti, Direktur Utama dan Komisaris Utama PT Pertamina justru diangkat dari anggota dewan pembina partai politik,” ungkapnya.
Situasi ini, menurut Mulyanto, hanya akan memperkuat persepsi bahwa reformasi BUMN adalah sekadar jargon tanpa pijakan nyata. Karena itu, keberanian dan ketegasan pemerintah untuk menindaklanjuti arahan presiden menjadi krusial.
Komitmen yang Dinantikan Publik
Sebagai mantan legislator yang lama berkecimpung di Komisi Energi, Mulyanto menekankan bahwa momentum reformasi ini harus dijaga. Evaluasi menyeluruh terhadap BUMN bukan sekadar kebijakan administratif, tapi menjadi ujian nyata atas komitmen pemerintah dalam memperkuat tata kelola dan memberantas korupsi.
“Komitmen beres-beres BUMN ini ditunggu publik dan harus konsisten dibuktikan pemerintah. Tidak boleh kalau hanya sekedar wacana,” tuturnya.
Evaluasi BUMN, Ujian Awal Pemerintahan Baru
Arahan Presiden Prabowo kepada Danantara bukanlah hal sepele. Di balik jargon “optimalisasi aset negara,” terdapat pertaruhan besar atas kepercayaan publik dan masa depan pengelolaan kekayaan negara. Memulai evaluasi dari Pertamina akan menjadi langkah simbolik sekaligus strategis untuk menunjukkan bahwa pemerintahan baru serius melakukan reformasi struktural, bukan sekadar kosmetik.
Jika dibiarkan tanpa tindakan konkret, keraguan publik hanya akan semakin dalam. Namun jika dieksekusi dengan berani, evaluasi ini bisa menjadi babak baru dalam sejarah tata kelola BUMN di Indonesia.