
Waspadai Risiko Relaksasi TKDN, Jangan Sampai Korbankan Industri Dalam Negeri
April 24, 2025
MITI Kritik Pengusiran Wartawan dan Serukan Pengawasan Publik Terhadap Danantara
April 29, 2025Rencana ambisius pemerintah untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada 2035 dinilai belum cukup kuat dari sisi kelembagaan. Para ilmuwan menegaskan: tanpa fondasi kelembagaan yang kokoh, mimpi energi nuklir mandiri bisa jadi hanya angan belaka.
Kelembagaan Jadi Urat Nadi Energi Nuklir Nasional
Pemerintah Indonesia telah memasukkan pembangunan PLTN dalam Rencana Umum Energi Nasional, bahkan disebut akan dimulai pada 2030 hingga 2032. Namun, menurut Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), ambisi tersebut membutuhkan perhatian serius, terutama dalam hal penataan kelembagaan ketenaganukliran nasional.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Mulyanto, anggota Dewan Pakar MITI, dalam peringatan HUT ke-30 Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI) di Jakarta, Minggu (27/4/2025).
“Rencana pembangunan PLTN harus dibuktikan dengan menata kelembagaan ketenaganukliran yang ada. Pemerintah tidak boleh menunda-nunda karena aspek kelembagaan ini sangat vital sebagai rumah bagi para SDM nuklir,” tegas Mulyanto.
Menurutnya, Undang-Undang Ketenaganukliran telah mengamanatkan terbentuknya tiga lembaga kunci: Badan Pelaksana (BATAN), Badan Pengawas (BAPETEN), dan Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir (MPTN).
“Sekarang ini kelembagaan yang eksis hanya tinggal BAPETEN. BATAN sudah dilebur ke dalam BRIN, sementara MPTN hingga hari ini belum dibentuk,” tambahnya.
PLTN Harus Pakai Teknologi yang Teruji, Bukan Coba-Coba
Selain aspek kelembagaan, Mulyanto menekankan pentingnya pemilihan teknologi nuklir yang sudah mapan dan terbukti aman. Ia menolak gagasan penggunaan teknologi eksperimental pada tahap awal, karena risikonya terlalu tinggi bagi proyek strategis pertama ini.
“PLTN pertama yang akan dibangun haruslah yang sudah mapan dan terbukti dengan tingkat keamanan tinggi, bukan jenis PLTN yang masih bersifat eksperimental atau coba-coba,” tegasnya.
Dari sisi kapasitas, Mulyanto menyarankan agar daya PLTN disesuaikan dengan kebutuhan beban dasar listrik nasional. Mengingat posisi PLTN dirancang sebagai pengganti pembangkit listrik tenaga batu bara, maka standar kapasitas sekitar 1.000 megawatt (MW) dinilai paling relevan.
Siapa Harus Kelola? PLN Dulu, Swasta Nanti
Pengelolaan proyek PLTN pertama juga menjadi perhatian. Mulyanto menyarankan agar proyek ini dikelola oleh PLN terlebih dahulu, guna memudahkan proses pembelajaran dan pengawasan teknis. Namun, ia tidak menutup peluang keterlibatan swasta dalam pengelolaan PLTN tahap berikutnya.
“Untuk PLTN pertama, lebih baik dikelola oleh PLN agar lebih mudah pembelajarannya. Ke depan, kerjasama dengan pembangkit listrik swasta sangat dimungkinkan,” ujar Mulyanto.
Tantangan Kemandirian dan Ketergantungan Teknologi Asing
Di tahap awal, PLTN Indonesia kemungkinan besar masih akan bergantung pada impor teknologi dan komponen utama. Namun, MITI mendorong agar secara bertahap Indonesia membangun kemampuan untuk memproduksi PLTN secara mandiri.
Upaya kemandirian ini tidak bisa dilepaskan dari pembenahan SDM, investasi riset, dan dukungan kelembagaan yang solid. Jika ketiganya tidak disiapkan dari sekarang, maka Indonesia berisiko menjadi sekadar pengguna, bukan penguasa teknologi nuklir.
Konteks Energi Baru dan Terbarukan (EBT)
Pembangunan PLTN ini menjadi bagian dari transisi energi nasional menuju sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT), sebagaimana tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang juga Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN), sebelumnya menyampaikan bahwa pembangunan PLTN pertama akan dimulai antara tahun 2030 hingga 2032.
Jangan Bangun PLTN di Atas Fondasi yang Rapuh
Nuklir adalah salah satu solusi jangka panjang untuk energi bersih dan stabil. Namun, mewujudkan PLTN tidak cukup hanya dengan tekad politik dan dokumen perencanaan. Pemerintah harus segera menata ulang arsitektur kelembagaan nuklir nasional, menguatkan kapasitas SDM, dan memastikan bahwa teknologi yang digunakan benar-benar aman dan andal.