
Suksesi Energi Nuklir Indonesia, Aktifkan Kembali BATAN
Maret 13, 2025
Industri Baja Indonesia Terancam, Pemerintah Harus Bergerak Cepat
April 4, 2025Investasi besar di sektor kedirgantaraan dan Proyek Strategis Nasional (PSN) 2025–2029 bisa jadi hanya mimpi, jika Indonesia tak segera berbenah dalam membangun fondasi riset dan inovasinya.
Tantangan Sistemik Dunia Riset Indonesia
Pemerintah Indonesia tengah bersiap mengakselerasi berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk periode 2025–2029, termasuk pengembangan industri kedirgantaraan berbasis pendanaan dari Dana Abadi atau Danatara. Namun, langkah besar ini berisiko gagal jika tidak ditopang oleh ekosistem riset dan inovasi yang kokoh.
Hal ini disampaikan oleh Pujiatmoko, peneliti dari Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI). Ia menilai bahwa sistem riset dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia masih menghadapi tantangan serius yang menghambat daya saing global.
“Indonesia masih tertinggal secara sistemik. Tantangan utama bukan semata pada besarnya dana riset, tetapi lemahnya fondasi SDM dan tata kelola riset yang belum terstruktur dengan baik,” tegas Pujiatmoko.
Dana Bukan Segalanya, Reformasi Pendidikan Jadi Kunci
Menurut Pujiatmoko, negara-negara maju seperti Jepang dan Tiongkok telah menunjukkan bahwa suksesnya inovasi tidak ditentukan oleh pendanaan semata, melainkan oleh pendekatan holistik.
“Keberhasilan riset lebih ditentukan oleh pendidikan yang kreatif, pelatihan berkualitas, serta kolaborasi lintas sektor. Indonesia bisa meniru model ini dengan melakukan reformasi pendidikan dan pelatihan peneliti muda,” katanya.
Ia menyayangkan bahwa sistem pendidikan Indonesia masih terlalu terfokus pada hafalan dan ujian standar, yang secara tidak langsung membatasi kreativitas dan kemampuan berpikir kritis.
Sebagai contoh, Jepang menerapkan kurikulum berbasis proyek untuk mendorong siswa menjadi pemecah masalah, bukan sekadar penghafal.
“Indonesia perlu mengintegrasikan pembelajaran berbasis proyek dan riset dalam kurikulum pendidikan tinggi. Selain itu, guru dan dosen perlu mendapat pelatihan kreatif yang memungkinkan mereka membimbing mahasiswa menjadi peneliti inovatif,” jelasnya.
Mentoring Lemah, Talenta Riset Kurang Terkelola
Indonesia juga belum memiliki cukup banyak program yang mendukung pengembangan peneliti muda secara sistemik. Pujiatmoko membandingkan dengan Japan Society for the Promotion of Science (JSPS), yang menyediakan pelatihan intensif dan jaringan kolaborasi internasional bagi peneliti muda Jepang.
“Kita kekurangan program serupa. Peneliti muda Indonesia sulit mendapatkan mentoring berkualitas, akses dana riset, dan peluang kolaborasi global,” tambahnya.
Pujiatmoko mendorong Kemendikbudristek dan BRIN untuk bersinergi dalam menyediakan bahan ajar kurikulum riset yang aplikatif. Sementara itu, sektor swasta diharapkan ikut mendukung dengan memberi dana hibah, program magang di industri, hingga kompetisi riset berbasis masalah nyata.
Menyiapkan SDM Unggul untuk Masa Depan Dirgantara
Semua inisiatif ini, kata Pujiatmoko, harus dimulai sejak sekarang jika Indonesia ingin menghasilkan SDM unggul yang mampu mengisi peran penting dalam PSN dan industri masa depan seperti kedirgantaraan.
“Tanpa SDM andal dan sistem riset yang sehat, mustahil kita bisa mengejar target ambisius dalam PSN 2025–2029. Harus ada reformasi yang menyentuh akar persoalan, bukan tambal sulam,” tandasnya.
Harus Serius Bangun Ekosistem Riset Nasional
Pembangunan infrastruktur dan investasi raksasa memang penting. Tapi, tanpa fondasi SDM yang kuat dan sistem riset yang kompetitif, rencana ambisius seperti industri dirgantara hanya akan menjadi papan presentasi belaka.
Reformasi sistemik dalam pendidikan, riset, dan kolaborasi lintas sektor adalah prasyarat mutlak jika Indonesia ingin mewujudkan lompatan besar menuju negara maju berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.