
Kerja Sama Drone Indonesia-Turki Bisa Hidupkan Kembali RISTEK Nasional
Februari 17, 2025
Saatnya Oposisi Mundur dari BRIN dan BPIP, Tunjukkan Sikap Tegas
Februari 22, 2025Ruh konstitusi untuk kemakmuran rakyat dinilai terancam oleh regulasi yang terlalu ramah terhadap badan usaha swasta.
Pengesahan Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) oleh DPR RI pada Selasa (18/2) kembali memicu perdebatan. Kritik tajam datang dari kalangan ilmuwan dan pemerhati tata kelola sumber daya alam (SDA). Salah satunya adalah Mulyanto, Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) yang menilai UU ini sarat kepentingan bisnis dan berpotensi melemahkan prinsip pengelolaan SDA untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
UU Minerba Dinilai Ramah Swasta, Abaikan Kepentingan Publik
Menurut Mulyanto, regulasi ini seperti “pesanan” khusus dari pengusaha karena memberikan banyak kemudahan kepada badan usaha swasta dalam mengakses izin usaha pertambangan.
“UU Minerba yang baru disahkan ini sangat friendly kepada badan usaha swasta. Saya khawatir, sumber daya alam kita malah akan didominasi dan dikuasai oleh beberapa badan usaha swasta,” ungkap Mulyanto.
Ia menyoroti secara khusus penambahan klausul dalam Pasal 51A, 51B, 60A, dan 60B yang memberikan prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada swasta dalam rangka hilirisasi atau kepentingan perguruan tinggi. Menurutnya, aturan tersebut bisa menjadi celah untuk monopoli dan eksploitasi lahan pertambangan.
“Pasal-pasal itu seperti akal-akalan agar pihak tertentu bisa menguasai lahan tambang dengan lebih mudah,” tegasnya.
Tata Kelola Tambang Dikhawatirkan Kian Buruk
Kekhawatiran Mulyanto tidak hanya soal kepemilikan, tetapi juga menyangkut kualitas tata kelola dan pengawasan sektor pertambangan yang menurutnya sudah lemah sejak awal.
“Dengan ekosistem penambangan minerba yang ada, serta sistem pengawasan yang lemah, dikhawatirkan regulasi baru ini justru makin memperparah keadaan,” kata Mulyanto.
Ia mengingatkan bahwa aktivitas pertambangan berisiko tinggi terhadap kerusakan lingkungan dan konflik sosial, sehingga semestinya dikelola secara profesional, transparan, dan ketat.
“Pertambangan itu harus dikelola dengan persyaratan yang ketat. Kalau dibuat longgar, bisa-bisa terjadi eksploitasi besar-besaran tanpa manfaat nyata bagi negara, malah meninggalkan kerusakan lingkungan yang parah.”
Jangan Biarkan SDA Dimonopoli Segelintir Orang
Dalam perspektif konstitusi, Mulyanto menegaskan bahwa pengelolaan SDA adalah hak negara yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemudahan-kemudahan yang diberikan lewat UU Minerba justru dinilainya menjauhkan amanat tersebut.
“Dengan berbagai prioritas dan kemudahan itu, kita tidak ingin ruh konstitusi—bahwa SDA nasional harus dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat—justru makin jauh dari kenyataan. Yang terjadi, SDA kita malah didominasi segelintir orang.”
Urgensi Tata Kelola yang Berpihak pada Rakyat
Pengesahan UU Minerba menandai fase penting dalam kebijakan sumber daya alam Indonesia. Namun, jika tidak dikawal dengan ketat, regulasi ini bisa menjadi alat legitimasi eksploitasi SDA yang hanya menguntungkan elit bisnis dan merugikan kepentingan publik.
Kritik dari akademisi dan pakar seperti Mulyanto menjadi pengingat bahwa negara punya kewajiban moral dan konstitusional untuk memastikan bahwa setiap kebijakan, khususnya di sektor tambang, berpihak kepada rakyat, bukan pada pemilik modal semata.