
Ini Syarat Kunci Keberhasilan Bangun PLTN
November 19, 2024
MITI Kritik Pernyataan Bahlil: Ojol Layak Dapat Subsidi BBM
November 28, 2024MITI Desak Pemerintah Bentuk Sistem Kedaruratan Nuklir Nasional, Antisipasi Risiko Perang Global
Jakarta – Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) menyerukan perlunya Indonesia membentuk sistem kedaruratan nuklir nasional sebagai respons terhadap potensi ancaman global akibat penggunaan senjata nuklir dalam konflik internasional, khususnya di kawasan Rusia-Ukraina dan Timur Tengah.
Anggota Dewan Pengarah MITI, Rohadi Awaludin, menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah strategis dan proaktif untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak buruk insiden nuklir global yang tidak diharapkan.
Ancaman Global dari Doktrin Nuklir Rusia
Pernyataan ini disampaikan menyusul pengesahan doktrin nuklir baru Rusia oleh Presiden Vladimir Putin pada 19 November 2024. Doktrin tersebut, yang berjudul Basic Principles of State Policy of the Russian Federation on Nuclear Deterrence, menetapkan kondisi-kondisi yang memungkinkan Rusia menggunakan senjata nuklir, termasuk ketika menghadapi ancaman konvensional yang membahayakan kedaulatan dan integritas wilayahnya.
“Doktrin ini memicu kekhawatiran akan meningkatnya eskalasi konflik bersenjata menuju penggunaan senjata nuklir secara terbuka. Indonesia harus siap menghadapi skenario terburuk,” tegas Rohadi, mantan Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir.
Belajar dari Sejarah: Soekarno dan Lahirnya BATAN
Rohadi mengingatkan bahwa sejarah Indonesia sudah mencatat pentingnya kesiapsiagaan terhadap risiko nuklir. Pada dekade 1950-an, ketika dilakukan uji coba senjata nuklir besar-besaran di kawasan Pasifik, Presiden Soekarno membentuk Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet. Inisiatif ini kemudian berkembang menjadi pembentukan Lembaga Tenaga Atom yang menjadi cikal bakal BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) pada tahun 1958.
“Langkah Presiden Soekarno menunjukkan bahwa kesadaran terhadap bahaya nuklir sudah menjadi bagian dari strategi nasional sejak lama. Saatnya Presiden Prabowo mengambil sikap serupa dalam konteks global saat ini,” ujar Rohadi.
Struktur Regulasi Ketenaganukliran Indonesia
Menurut UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, sistem nasional dibagi menjadi dua lembaga utama:
- BAPETEN sebagai Badan Pengawas Tenaga Nuklir
- BATAN sebagai Badan Pelaksana Tenaga Nuklir
Dalam sistem kedaruratan nuklir nasional, BAPETEN memegang peran pengawasan di garis depan, sementara BATAN berperan dalam memberikan dukungan teknis, respons cepat, dan mitigasi bahaya nuklir.
Namun, setelah BATAN dilebur ke dalam BRIN, MITI menilai kapasitas kelembagaan dalam menghadapi krisis nuklir menjadi lemah dan tidak responsif.
Batalkan Peleburan, Aktifkan Kembali BATAN
MITI mendesak Presiden Prabowo untuk membangun kembali BATAN sebagai lembaga pelaksana nuklir yang independen, lincah, dan adaptif. Lembaga ini dinilai krusial untuk memperkuat sistem deteksi dini, penanganan insiden, dan mitigasi dalam situasi darurat yang melibatkan ancaman radiasi atau senjata nuklir.
“Respon terhadap darurat nuklir harus cepat dan tepat. Untuk itu, BATAN sebagai lembaga pelaksana harus dihidupkan kembali dan diperkuat secara kelembagaan, teknis, dan regulatif,” pungkas Rohadi.
Maka, ditengah situasi geopolitik global yang semakin tidak menentu, kesiapsiagaan Indonesia dalam menghadapi risiko nuklir internasional sangat pentingnya . MITI menekankan bahwa restorasi BATAN dan pembentukan sistem kedaruratan nuklir nasional merupakan langkah strategis yang harus segera diambil untuk melindungi keselamatan rakyat dan menjaga kepentingan nasional.