
Pakar MITI Soroti Potensi Eksploitasi SDA
Februari 19, 2025
MITI Desak Pemerintah Uji Sampel Pertamax
Februari 27, 2025Momen transisi politik membuka peluang PDIP untuk memainkan peran strategis di luar pemerintahan.
Sikap politik PDI Perjuangan yang menyatakan diri berada di luar pemerintahan pasca-Pilpres 2024 dinilai sebagai momen penting dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Namun, agar konsisten dengan posisi barunya, sejumlah tokoh menyerukan agar Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, melepaskan jabatannya sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Salah satu suara yang menyuarakan hal ini datang dari Mulyanto, Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) sekaligus mantan anggota Komisi VII DPR RI. Ia menilai bahwa langkah mundur Megawati akan menjadi simbol komitmen nyata PDIP dalam menjalankan fungsi check and balances sebagai oposisi.
Konsistensi Politik yang Dinanti Publik
Mulyanto menekankan pentingnya kejelasan sikap politik PDIP agar kehadirannya sebagai kekuatan penyeimbang pemerintah benar-benar terasa.
“Konsistensi dan kejelasan sikap Megawati dan PDIP untuk berada di luar pemerintahan, berarti secara langsung menjaga jarak terhadap pemerintah, seperti meninggalkan posisinya sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP dan BRIN,” ujar Mulyanto.
Langkah ini, menurutnya, bukan sekadar formalitas. Mundurnya Megawati akan memperkuat posisi PDIP sebagai oposisi yang substantif, bukan hanya simbolik.
“Ini akan menjadi titik balik bagi perjalanan perpolitikan tanah air. Sekaligus memberikan kesempatan kepada PDIP untuk lebih fokus dan konsentrasi dalam menangani berbagai permasalahan yang menghadangnya di depan mata dan membutuhkan proses konsolidasi,” tambahnya.
Fungsi Check and Balances Harus Dimaksimalkan
Dalam konteks demokrasi, keberadaan oposisi yang kuat sangat krusial untuk menghindari dominasi kekuasaan. Pemerintahan Presiden Prabowo dinilai Mulyanto sedang membangun pola politik akomodatif, sehingga keberadaan kekuatan penyeimbang seperti PDIP menjadi sangat relevan.
“Fungsi check and balances PDIP ini sangat ditunggu publik, karena akan memberikan warna yang lebih seimbang pada peta percaturan politik nasional,” katanya.
Simbol Negarawan dan Kritik Iptek
Mulyanto menambahkan bahwa mundurnya Megawati dari posisi Ketua Dewan Pengarah BRIN bukan hanya bernilai politis, tetapi juga mengandung pesan ilmiah dan moral yang kuat terhadap kondisi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.
“Dari sudut pandang peneliti sendiri, sikap legowo Megawati untuk mundur dari posisi sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, akan mengundang simpati sebagai sikap negarawan, sekaligus sebagai bentuk protes atas kondisi lemahnya dukungan Pemerintah terhadap pembangunan Iptek dan inovasi nasional,” jelasnya.
MITI selama ini dikenal sebagai lembaga independen yang vokal terhadap stagnasi riset nasional, termasuk soal keterbatasan anggaran dan minimnya infrastruktur laboratorium.
Tanda-Tanda Oposisi Mulai Menguat?
Situasi politik nasional juga tengah memanas setelah penahanan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh KPK. Meski tidak secara langsung berkaitan dengan BRIN atau BPIP, dinamika ini dianggap sebagai momentum awal bagi PDIP untuk memperkuat peran oposisi.
Sebagai bentuk konsolidasi awal, Megawati dikabarkan menginstruksikan kader-kadernya yang menjabat sebagai kepala daerah untuk menunda kehadiran dalam retreat nasional yang digelar Pemerintah Pusat di Magelang, 21–28 Februari 2025.
Momentum untuk Menjadi Oposisi Konstruktif
Jika Megawati mengambil langkah mundur dari BRIN dan BPIP, hal ini bisa menjadi preseden positif dalam sejarah demokrasi Indonesia. Bukan hanya menunjukkan sikap konsisten dalam politik, tapi juga memperkuat peran partai sebagai pengawal aspirasi rakyat dan pengawas kekuasaan.
Keputusan ini pun bisa membuka ruang bagi PDIP untuk menjalankan peran yang lebih idealis, terlepas dari kekuasaan, demi demokrasi yang sehat dan pembangunan riset yang lebih terarah.