
Prabowo Jangan Langgar Komitmennya kepada Driver Ojol
Desember 5, 2024
Polemik Gas Melon 3 KG, Pemerintah Perlu Terapkan Strategi Bertahap
Februari 4, 2025JAKARTA – Di tengah desakan hilirisasi sumber daya alam dan penegakan Undang-Undang Minerba, PT Freeport Indonesia kembali menuai kritik tajam. Kali ini, Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Dr. Mulyanto, menilai perusahaan tambang raksasa itu telah mempermainkan pemerintah terkait perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga.
Kebakaran Smelter dan “Alasan Lama” yang Kembali Terulang
Kritik ini mencuat usai insiden kebakaran yang terjadi di smelter tembaga milik Freeport di kawasan Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, pada 14 Oktober 2024. Insiden tersebut kini disebut-sebut menjadi alasan Freeport untuk kembali meminta perpanjangan relaksasi ekspor hingga 2025.
“Dugaan bahwa kebakaran smelter Freeport akan dijadikan alasan permintaan perpanjangan izin ekspor ternyata terbukti,” kata Mulyanto. Ia merujuk pada pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang mengonfirmasi adanya permintaan tambahan kuota ekspor dari Freeport.
Pola Lama yang Terus Berulang
Permintaan ini, menurut Mulyanto, bukanlah kejadian pertama. Bahkan, ia menyebut bahwa pemerintah telah sembilan kali memberikan perpanjangan relaksasi ekspor konsentrat tembaga kepada Freeport, sejak era Undang-Undang Minerba yang lama hingga yang baru. Fenomena ini bahkan terjadi lintas tiga pemerintahan — dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo, hingga kini Presiden Prabowo Subianto.
“Anehnya, pemerintah selalu patuh didikte oleh Freeport dengan memberikan perpanjangan relaksasi ekspor konsentrat,” tegas Mulyanto.
Padahal, tambahnya, pembangunan smelter tersebut telah lama dirancang dan baru saja diresmikan oleh Presiden Jokowi belum genap sebulan sebelum insiden kebakaran terjadi.
“Saya khawatir ini menjadi alasan Freeport untuk kembali minta relaksasi ekspor konsentratnya yang akan habis akhir Desember ini,” ungkapnya.
Smelter Terbakar, Kualitas Proyek Dipertanyakan
Mulyanto juga menyoroti kualitas konstruksi fasilitas pemurnian tembaga itu. Baginya, insiden ledakan di fasilitas baru mencerminkan pengerjaan yang terburu-buru dan tidak memenuhi standar keamanan.
“Kalau baru diresmikan dan sudah meledak, ini artinya pengerjaannya tidak sempurna. Terkesan kejar tayang,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan bagaimana mungkin fasilitas yang seharusnya sudah menjalani tahap uji coba dan pemantapan sistem bisa mengalami kebakaran dalam waktu singkat.
“Harusnya, operasional dan peralatannya sudah disiapkan dengan baik untuk meminimalisasi risiko kebakaran,” tambah Mulyanto.
Tegakkan UU Minerba, Jangan Kendur karena Tekanan
MITI mengingatkan pemerintah untuk tidak goyah menghadapi tekanan dari pihak manapun, termasuk perusahaan besar seperti Freeport. Mulyanto menegaskan bahwa aturan pembatasan ekspor konsentrat tembaga sudah jelas dalam Undang-Undang Minerba dan harus ditegakkan tanpa pengecualian.
“Pemerintah jangan memanjakan Freeport dengan berbagai kemudahan seperti relaksasi ekspor yang secara langsung melanggar UU Minerba,” tegasnya.
Menurutnya, penegakan hukum dan komitmen hilirisasi mineral adalah kunci bagi kemandirian ekonomi dan kedaulatan sumber daya alam Indonesia.
Ujian Awal Pemerintahan Baru
Insiden ini menjadi ujian awal bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam membuktikan komitmen terhadap penegakan hukum dan kedaulatan sumber daya alam. Apakah pemerintah akan tetap pada jalurnya, atau kembali memberi kelonggaran kepada korporasi besar?
Publik kini menanti langkah tegas pemerintah: apakah keberpihakan akan diberikan kepada regulasi nasional atau kembali tunduk pada kekuatan modal?