
Sulit Diawasi, Pelarangan BBM Subsidi bagi Ojol Dinilai Tidak Realistis
Desember 2, 2024
Relaksasi Ekspor Tembaga PT Freeport Jadi Sorotan
Desember 26, 2024Ojek online (ojol) bukan hanya alat transportasi, tetapi juga simbol ketahanan ekonomi rakyat kecil. Pemerintahan Prabowo-Gibran dinilai perlu konsisten terhadap janji kampanye yang menyangkut kesejahteraan para pengemudi ojol.
Janji Kampanye yang Masih Segar di Ingatan
Ketika kampanye Pilpres 2024 berlangsung, pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menyampaikan rasa terima kasih mendalam kepada komunitas pengemudi ojek online (ojol). Dukungan yang masif dari para driver ojol dianggap sebagai energi politik yang tak ternilai. Sebagai balasannya, Prabowo berjanji memberikan fasilitas hukum dan bantuan operasional yang lebih baik bagi para pekerja sektor informal ini.
“Presiden Prabowo semestinya tidak melupakan janji yang ia ucapkan langsung kepada para driver ojol. Terutama terkait pengakuan legal sebagai transportasi umum dan peningkatan kesejahteraan mereka,” tegas Mulyanto, Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) dalam pernyataannya.
Janji kampanye tersebut mencakup penyediaan shelter atau tempat parkir yang layak, mengingat banyak driver ojol mengeluhkan minimnya ruang publik akibat penebangan pohon di kota-kota besar. Selain itu, pasangan Prabowo-Gibran juga berkomitmen memberikan kepastian hukum terhadap profesi ojol, yang hingga kini masih berada dalam area abu-abu secara regulasi.
Kontroversi Pelarangan BBM Bersubsidi untuk Ojol
Namun belakangan ini, muncul wacana pelarangan penggunaan BBM bersubsidi bagi pengemudi ojol. Hal ini memicu kekhawatiran dan dinilai bertentangan dengan semangat inklusif yang dijanjikan pemerintah.
“Kalau benar ojol akan dicoret dari daftar penerima BBM bersubsidi, maka ini akan jadi preseden buruk. Bagaimana bisa transportasi rakyat justru dikecualikan dari bantuan yang diperuntukkan bagi rakyat kecil?” ujar Mulyanto.
MITI menilai bahwa langkah ini tidak sejalan dengan prinsip keadilan distribusi energi, mengingat ojol merupakan salah satu sektor paling terdampak saat pandemi dan sekaligus menjadi benteng terakhir ekonomi rakyat ketika gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi.
Potensi Dampak Ekonomi dan Sosial
Dari sudut pandang kebijakan publik, kebijakan seperti ini bisa memicu efek domino. “Jika subsidi dicabut, maka tarif ojol akan melonjak. Ini bisa mendorong inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat,” jelas Mulyanto, yang juga dikenal sebagai pengamat kebijakan energi.
Selain itu, pengurangan akses BBM bersubsidi bagi ojol juga bisa mempersempit ruang hidup bagi para pekerja informal. “Mereka ini tulang punggung perekonomian mikro. Kalau mereka terdampak, maka roda ekonomi rakyat ikut terhambat,” lanjutnya.
Saatnya Pemerintah Tegaskan Komitmen
MITI menyerukan agar pemerintah Prabowo-Gibran tidak tergelincir dalam kebijakan yang kontraproduktif terhadap janji kampanye mereka. Apalagi saat ini, masa pemerintahan baru bahkan belum genap mencapai 100 hari kerja.
“Rakyat masih mengingat janji Prabowo: untuk mengakui ojol sebagai transportasi publik dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Jangan sampai kepercayaan publik luntur hanya karena kebijakan yang tidak sensitif terhadap kondisi riil di lapangan,” tutup Mulyanto.
Ojol, Simbol Mobilitas dan Harapan Rakyat
Ojek online hari ini bukan sekadar layanan transportasi digital. Ia adalah simbol mobilitas sosial, solusi pengangguran, dan akses layanan yang merata hingga ke pinggiran kota. Oleh karena itu, kebijakan terhadap sektor ini haruslah berpihak, adil, dan berbasis pada data yang akurat.
Jika benar pemerintah ingin subsidi BBM tepat sasaran, maka para driver ojol seharusnya berada di barisan depan penerima. Karena merekalah yang setiap hari bergerak menggerakkan ekonomi, satu penumpang dan satu paket pada satu waktu.