
Industri Baja Indonesia Terancam, Pemerintah Harus Bergerak Cepat
April 4, 2025
Penghapusan Kuota Impor, Jelas Bisa Picu Kekacauan
April 16, 2025Rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menghapus kuota impor komoditas strategis menuai respons kritis dari kalangan ilmuwan. Di balik potensi penurunan harga, tersembunyi risiko besar bagi ketahanan pangan dan peternakan nasional.
Harga Murah, Tapi Siapa yang Tersisih?
Pemerintah tengah mempertimbangkan kebijakan ambisius: menghapus kuota impor untuk sejumlah komoditas strategis, termasuk daging sapi. Tujuannya jelas—menurunkan harga dan meningkatkan ketersediaan pasokan. Namun, para ahli mengingatkan bahwa tanpa sistem pengawasan dan strategi perlindungan yang ketat, dampak kebijakan ini bisa merusak fondasi program swasembada daging nasional.
“Meski dalam jangka pendek kebijakan ini berpotensi menurunkan harga dan meningkatkan pasokan, dalam jangka panjang bisa melemahkan kemandirian pangan,” ungkap Pudjiatmoko, Peneliti Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) sekaligus Ahli Utama Medik Veteriner di Kementerian Pertanian.
Peternak Kecil dalam Bahaya
Pudjiatmoko menjelaskan, daging impor yang lebih murah—karena skala industri dan subsidi dari negara asal—dapat membuat peternak lokal tak mampu bersaing, terutama yang berskala kecil dan menengah.
“Harga daging impor yang lebih murah akan menyulitkan peternak lokal bersaing. Ini bisa menurunkan minat beternak dan mengancam populasi ternak nasional,” ujarnya.
Tak hanya produksi, insentif investasi juga bisa terdampak. Program pemerintah seperti hibah indukan dan pengembangan peternakan berisiko kehilangan momentum jika pasar dikuasai daging impor murah.
Risiko Ketimpangan dan Ketergantungan
Kebijakan impor terbuka secara masif juga bisa menciptakan ketidakseimbangan pasar domestik. Dalam kondisi seperti ini, hanya pelaku usaha besar yang mampu mengakses dan mendominasi distribusi daging impor, sedangkan pelaku lokal makin terpinggirkan.
“Dominasi pelaku besar bisa memperlemah posisi peternak lokal dan menimbulkan ketergantungan jangka panjang terhadap produk luar negeri,” tegas Pudjiatmoko.
Karena itu, ia menekankan bahwa impor bukanlah musuh, melainkan harus diatur sebagai pelengkap yang terkontrol dalam strategi ketahanan pangan nasional.
Strategi Cerdas dan Berimbang
MITI menyarankan sejumlah langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan sektor peternakan di tengah liberalisasi impor:
- Batasi impor hanya untuk produk berkualitas tinggi melalui regulasi teknis ketat.
- Beri subsidi dan insentif (pakan, vaksin, bibit, pembiayaan murah) kepada peternak lokal.
- Tentukan harga beli minimum daging lokal untuk melindungi produsen dari kerugian.
- Perkuat kelembagaan peternak, seperti koperasi dan BUMP (Badan Usaha Milik Petani).
- Revitalisasi program pembibitan dan indukan sebagai basis produksi nasional.
Lebih lanjut, Pudjiatmoko menyarankan agar daging impor diarahkan ke segmen industri olahan dan horeka (hotel, restoran, dan kafe), sementara pasar rakyat dan program bantuan sosial tetap mengandalkan daging lokal.
Kampanye “Bangga Daging Lokal” dan Pemantauan Ketat
Selain strategi teknis, aspek komunikasi publik tak kalah penting. Pemerintah perlu menggencarkan kampanye nasional “Bangga Konsumsi Daging Lokal” disertai penguatan akses pasar dan infrastruktur rantai dingin (cold chain) untuk menjaga kualitas produk lokal.
Pengawasan terhadap volume, asal, dan distribusi daging impor juga menjadi kunci. Jika ditemukan dampak negatif bagi peternak lokal, maka kebijakan harus dievaluasi dan disesuaikan secara berkala.
Menjaga Arah Swasembada Daging
Pudjiatmoko menegaskan bahwa seluruh kebijakan impor dan produksi harus diselaraskan dalam satu roadmap swasembada daging nasional yang jelas. Peta jalan ini harus memuat target produksi, konsumsi, dan strategi pengurangan impor secara bertahap.
“Tujuannya bukan menolak impor, tapi menjadikannya pelengkap untuk mewujudkan ketahanan pangan berbasis produksi dalam negeri,” pungkasnya.
Antara Fleksibilitas dan Ketahanan
Di tengah dinamika global dan kebutuhan masyarakat akan pangan terjangkau, kebijakan impor memang perlu fleksibel. Namun, fleksibilitas tanpa strategi perlindungan dan penguatan industri dalam negeri justru bisa menjadi bumerang. Rencana penghapusan kuota impor harus dipandang bukan sebagai solusi instan, melainkan sebagai bagian dari strategi jangka panjang menuju kemandirian pangan dan keberlanjutan sektor peternakan Indonesia.