
Presiden Harus Segera Tata Ulang RISTEK Nasional
November 16, 2024
Ini Syarat Kunci Keberhasilan Bangun PLTN
November 19, 2024Jakarta – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dengan kapasitas 5 gigawatt (GW) hingga tahun 2040 oleh pemerintah Indonesia memicu respons dari kalangan ilmuwan. Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) menekankan bahwa pembangunan PLTN tidak bisa dilakukan tanpa pondasi kelembagaan nuklir yang kuat dan mandiri.
Pernyataan ini disampaikan oleh Rohadi Awaludin, Anggota Pengarah MITI sekaligus mantan Kepala Organisasi Riset Nuklir BRIN, menanggapi pidato Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, dalam ajang COP29 di Baku, Azerbaijan (12/11/2024).
PLTN Butuh Lembaga Khusus: BATAN Harus Diaktifkan Kembali
Menurut Rohadi, teknologi PLTN merupakan sistem yang sangat kompleks dan khas, sehingga memerlukan pengelolaan oleh lembaga yang memiliki kompetensi, pengalaman, dan otonomi kelembagaan. Ia menyebut bahwa Indonesia harus mengaktifkan kembali BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) sebagai lembaga mandiri guna memastikan keberhasilan program nuklir nasional.
“PLTN tidak cukup hanya dibicarakan dari sisi target pembangunan. Yang jauh lebih penting adalah memastikan bahwa aspek 3S – Safety, Security, dan Safeguards – benar-benar terpenuhi,” ujar Rohadi.
Aspek keselamatan, keamanan, dan pencegahan penyalahgunaan teknologi menjadi titik krusial yang hanya bisa dijaga oleh lembaga nuklir yang memiliki basis pengetahuan nasional yang terstruktur dan berkelanjutan.
Pentingnya Membangun Pangkalan Pengetahuan Kenukliran Nasional
MITI menekankan bahwa Indonesia harus segera membangun kembali pangkalan pengetahuan kenukliran nasional (nuclear knowledge base), sebagai prasyarat dasar keberlanjutan program nuklir. Pangkalan ini tidak hanya mencakup explicit knowledge (pengetahuan yang dapat didokumentasikan), tetapi juga tacit knowledge (pengetahuan berbasis pengalaman yang tidak mudah ditransfer).
“Indonesia memiliki pengalaman mengoperasikan tiga reaktor nuklir selama puluhan tahun. Pengetahuan yang telah diperoleh oleh para ahli dalam negeri tidak boleh hilang begitu saja hanya karena tidak ada sistem kelembagaan yang menjaganya,” tegas Rohadi.
Ia mengingatkan bahwa pengetahuan individu harus dirangkai menjadi pengetahuan organisasi, dan hal ini hanya bisa dilakukan melalui keberadaan lembaga khusus seperti BATAN.
Industri Nuklir Nasional: Momentum untuk Kemandirian Energi
Pembangunan PLTN merupakan bagian dari transisi energi nasional menuju net zero emission, namun Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan teknologi impor. Diperlukan ekosistem industri nuklir yang kuat dari hulu ke hilir, termasuk:
- SDM terlatih dan tersertifikasi di bidang nuklir,
- Infrastruktur uji dan sertifikasi,
- Kebijakan dan regulasi yang komprehensif,
- Lembaga riset dan pengembangan teknologi nuklir,
- Kemitraan strategis internasional yang mendukung kemandirian nasional.
“Menghidupkan kembali BATAN bukan sekadar soal nama, tapi tentang penguatan sistem kelembagaan untuk mengelola industri nuklir nasional secara berkelanjutan dan bertanggung jawab,” imbuhnya.
MITI Serukan Penataan Strategis Kelembagaan Ketenaganukliran
Sebagai organisasi yang menghimpun para ilmuwan dan teknolog nasional, MITI menyerukan agar pemerintah:
- Mengaktifkan kembali BATAN sebagai badan pelaksana ketenaganukliran yang mandiri.
- Menyusun peta jalan penguatan SDM dan transfer pengetahuan nuklir nasional.
- Membangun pusat pangkalan pengetahuan nuklir nasional untuk menyimpan dan mengembangkan tacit dan explicit knowledge.
- Melibatkan ahli-ahli nuklir senior dalam perencanaan dan implementasi pembangunan PLTN.
- Mengintegrasikan program nuklir ke dalam kebijakan energi nasional secara serius dan konsisten.
Nuklir dan Masa Depan Energi Indonesia
Dengan proyeksi kebutuhan energi yang terus meningkat dan komitmen terhadap transisi energi bersih, nuklir menjadi salah satu opsi strategis yang tidak bisa diabaikan. Namun, langkah ini hanya akan berhasil jika disertai dengan kesiapan kelembagaan, SDM, dan kebijakan yang matang.
MITI menegaskan bahwa pembangunan PLTN bukanlah sekadar proyek infrastruktur, tetapi proyek peradaban yang memerlukan kehati-hatian, profesionalisme, dan keberanian untuk membangun kembali fondasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah lama dimiliki bangsa ini.