
Penyimpangan Subsidi BBM ke BLT Tidak Boleh Terjadi
November 4, 2024
Saatnya Revitalisasi IPTEK untuk Ketahanan Nasional
November 13, 2024Jakarta – Pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan segera dilantik diharapkan dapat berhati-hati dalam mengelola kebijakan subsidi energi, khususnya terkait rencana pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Mulyanto, anggota Komisi VII DPR RI periode 2019–2024 sekaligus Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), menyampaikan bahwa terdapat tiga syarat strategis yang harus dipenuhi agar kebijakan ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat yang paling membutuhkan.
1. Akurasi dan Transparansi Data Penerima BLT
Menurut Mulyanto, persoalan utama dalam penyaluran BLT selama ini adalah ketidaktepatan sasaran akibat data yang tidak akurat dan tidak diperbarui secara berkala. Banyak masyarakat yang sebenarnya berhak justru tidak menerima bantuan, sementara pihak yang tidak layak malah mendapatkan akses BLT.
“Data penerima harus diperbarui dan diperbaiki. Jangan sampai yang menerima itu-itu saja, padahal masyarakat yang baru turun kelas secara ekonomi justru luput dari bantuan,” jelas Mulyanto.
MITI mendorong pemerintah untuk mengintegrasikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan data sektoral lainnya, termasuk data kendaraan, kepemilikan aset, dan rekam jejak perpajakan, guna meningkatkan ketepatan dalam penyaluran BLT.
2. Penyaluran BLT Tanpa Perantara dan Bebas Politisasi
Syarat kedua adalah sistem distribusi BLT harus dilakukan secara langsung dan tanpa perantara pihak politik atau kepentingan tertentu, guna menghindari potensi kampanye terselubung.
“BLT adalah hak rakyat, bukan hadiah dari penguasa. Jangan ada narasi bahwa ini program partai atau individu tertentu. Terutama jangan dibagikan menjelang Pemilu,” tegas Mulyanto.
Distribusi digital melalui sistem transfer langsung ke rekening, dompet digital, atau kartu bantuan sosial dinilai sebagai langkah strategis untuk mencegah intervensi pihak yang ingin menjadikan BLT sebagai alat pencitraan politik.
3. Pengawasan Ketat dan Penegakan Hukum yang Tegas
Mulyanto menekankan pentingnya sistem pengawasan yang kuat dan perangkat hukum yang jelas, agar proses penyaluran BLT tidak disalahgunakan oleh oknum aparat atau pihak yang mencari keuntungan pribadi.
Pemerintah harus melibatkan lembaga pengawasan seperti BPK, KPK, dan Ombudsman, serta membuka ruang pengawasan partisipatif oleh masyarakat sipil. Aparat penegak hukum juga harus disiagakan untuk menindak tegas pelanggaran yang terjadi di lapangan.
Keadilan Fiskal: Jangan Hapus Subsidi Rakyat, Tapi Lindungi Kepentingan Elite
MITI juga menyoroti pentingnya konsistensi kebijakan fiskal. Mulyanto mengingatkan agar subsidi untuk rakyat kecil tidak dikurangi, sementara berbagai dukungan untuk proyek-proyek bisnis berskala besar tetap dijalankan tanpa evaluasi yang menyeluruh.
Ia mencontohkan dukungan terhadap proyek reklamasi PIK 2 dan mega proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) yang menurutnya belum memiliki justifikasi ekonomi yang kuat dan justru membebani APBN.
“Jika subsidi rakyat ingin dikurangi, maka proyek ambisius yang menguntungkan elite bisnis juga harus ditinjau ulang. Pemerintah harus menjunjung keadilan ekonomi,” tegasnya.
Strategi Pengalihan Subsidi BBM ke BLT: Apa yang Harus Dilakukan?
Jika kebijakan pengalihan subsidi BBM menjadi BLT tetap dijalankan, maka Pemerintah Prabowo-Gibran perlu menyusun strategi komprehensif yang mencakup:
- Segmentasi Penerima yang Dinamis: Memastikan kelompok seperti masyarakat kelas menengah yang rentan jatuh miskin juga mendapatkan jaring pengaman sosial.
- Pemanfaatan Teknologi Digital: Sistem berbasis NIK dan aplikasi bantuan sosial dapat mempercepat dan mengefisienkan penyaluran.
- Desain Komunikasi Publik yang Netral: Pemerintah harus menjelaskan bahwa BLT adalah bagian dari kebijakan fiskal negara, bukan “pemberian” dari individu atau partai politik.
- Sinergi Antar-Kementerian dan Daerah: Integrasi program antara Kementerian Sosial, ESDM, dan Keuangan harus diperkuat agar kebijakan ini tidak berjalan parsial.
Pengalihan subsidi BBM ke BLT bukanlah perkara teknis semata, tetapi menyangkut keadilan sosial dan keberlanjutan fiskal nasional. Jika tidak dirancang dengan sistemik dan transparan, kebijakan ini dapat memperlebar kesenjangan serta menciptakan ketidakpercayaan publik. MITI menekankan bahwa keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada komitmen politik untuk melindungi masyarakat rentan dan menjaga integritas distribusi bantuan.