Riau Pos: Indonesia Go Pangan Lokal
June 10, 2015
Pengumunan RCDC 2015 Lolos ke Tahap ke-3
July 28, 2015
Foto bersama di Cancer Center Dachau (dari kanan ke kiri: Prof. Dr. med. Dirk Hempel; Dr. Warsito P. Taruno, M.Eng; Geirg Villinger, MBA; dan Dr. Edi Sukur, M.Eng).
Donauworth, Jerman (miti.or.id) – Setelah melakukan berbagai skema kerja sama hingga beberapa kunjungan kerja, MITI dan Steinbeis Transfer Center Jerman kini tengah mendorong penerapan teknologi terapi kanker asal Indonesia untuk digunakan secara luas di Jerman. Demikian ungkap Dr. Warsito P. Taruno, M. Eng, Ketua Umum MITI, ahli tomografi Indonesia yang juga penemu teknologi ECCT dan ECVT, Senin, (15/06), dari Cancer Center Dachau, Jerman (onkologiezentrum.com).
Pertemuan antara MITI dengan Steinbeis di Stuttgart, Jerman, Juni tahun lalu, membuahkan kesepakatan kerjasama antara MITI dan Steinbeis untuk menjembatani dunia riset dan industri di Indonesia. Kesepakatan antara MITI dan Steinbeis meliputi dua poin besar yaitu: 1) Layanan untuk transfer teknologi guna menjembatani antara dunia riset dan industri di Indonesia; 2) Melakukan pengembangan SDM yang mampu memberikan coaching secara langsung terhadap kedua sisi, baik pihak periset dan pelaku industri.
Cancer Center Dachau yang dipimpin oleh Prof. Dr. med. Dirk Hempel, ahli onkologi dan hematologi Steinbeis University, akan mengunakan kombinasi terapi konvensional dan teknologi terapi ECCT (Electro-Capacitance Cancer Therapy) bagi penderita kanker di Jerman yang datang ke pusat kanker tersebut. Di Indonesia, statistik pasien yang melakukan terapi ECCT yang umumnya lebih dari 70% adalah kasus stadium lanjut, di mana menunjukkan tingkat bertahan hidup selama dengan lama terapi rata-rata 2,5 tahun mencapai 80% untuk kasus kanker payudara, 75% untuk kasus kanker otak, dan 57% untuk kasus kanker paru-paru. Rata-rata 90% pasien yang bertahan hidup mengalami perbaikan signifikan yang sangat memungkinkan mencapai tingkat terbebas total atau paling tidak bisa mencapai tingkat tidak berkembang (progression-free).
Sebelumnya, Cancer Center Dachau menggunakan beberapa jenis terapi seperti kemoterapi, terapi imunitas, dan terapi target bagi pasien-pasiennya. Dengan penerapan teknologi terapi ECCT di pusat kanker ini membuka peluang besar bagi warga Jerman untuk menikmati terapi kanker yang aman menggunakan gelombang listrik berenergi rendah (kurang dari 30 watt) yang terbukti secara statistik efektif dalam membunuh sel kanker. Di Jerman, teknologi ini juga dikembangkan bersama Jaringan Weber Medical milik Dr. Mikhael Weber, penemu Low Level Laser Therapy (LLLT) untuk terapi kanker dan Weber Laser yang teknologinya sudah banyak dipakai di dunia hingga Indonesia
“Dengan LLLT saya mendapatkan hasil terapi yang luar biasa, ada satu kasus kanker payudara yang awalnya ukuran 5 cm dalam 1 tahun mengecil hingga menjadi 2 cm. Tetapi melihat hasil ECCT di mana banyak kasus kanker yang telah menyebar ke paru-paru, tulang dan otak bisa kembali normal dalam waktu yang relatif singkat saya benar-benar tak bisa berkomentar, ” ungkap Dr. Weber
Kerjasama MITI dan Steinbeis untuk menjadi intermadiator teknologi terapi kanker asal Indonesia yang dikembangkan oleh C-Tech Labs ini sarat dengan misi kemanusiaan. Kemudahan akses dan biaya terjangkau bagi penderita penyakit paling mahal di dunia ini menjadi konsentrasi pengembangan teknologi terapi yang kini sudah dapat ditemukan di Jepang dan negara-negara lainnya. (DWH)