Hasil survey MITI terhadap 500 konsumen di empat kota besar di Indonesia, yaitu Bandung, Surabaya, Jakarta dan Yogyakarta, yang menunjukkan pola perilaku konsumsi masyarakat indonesia yang lebih memilih panganan asing daripada lokal membuat kami tergerak untuk melakukan pencerdasan masyarakat untuk kembali kepada identitas lokal dan nasional.

GPL

Perubahan pola perilaku ini juga menyebabkan maraknya impor mulai dari buah, sayur hingga makanan kemasan serta ketergantungan yang tinggi pada beras. Sebagai contoh, berdasarkan data FAO pada tahun 2011/ 2012, impor untuk beras mencapai 2,9 juta ton sedangkan gandum 5,73 juta ton. Akibatnya membuat Indonesia belum mampu mencapai kedaulatan pangan. Konsep kedaulatan pangan berarti mengembalikan hak atas pangan kepada masyarakat sesuai dengan potensi lokal yang dimiliki. Dengan demikian masyarakat akan mampu memenuhi sendiri kebutuhan pangannya, mandiri dan tidak bergantung pada pasokan wilayah lain.

Membudayakan kembali pangan lokal bukan hanya akan menghilangkan ketergantungan pada salah satu makanan pokok saja, tapi juga menambah asupan gizi yang lebih beragam, meningkatkan kesejahteraan petani, serta membangkitkan perekonomian para pelaku usaha pangan nasional dan menghemat pengeluaran Negara untuk impor. Selain itu dengan kembali mengkonsumsi pangan lokal, bangsa Indonesia tidak akan kehilangan budayanya.

Gerakan ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat untuk bangga pada pangan lokal dan mulai beralih kepada pangan lokal dalam konsumsi keseharian. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dapat menjadi motor penggerak dalam gerakan ini melalui pembiasaan menu makanan sehari-hari yang beragam. Dimulai dari keluarga, saat ini dan hal yang paling kecil, Go Pangan Lokal!

Gue, Banget! Salam Pangan Lokal Indonesia !

Untuk Informasi lebih lanjut, kunjungi halaman Go Pangan Lokal.