
MITI Presentasikan Konsep Sosioteknopreneurship di AISC-Taiwan
May 24, 2013
Masyarakat Imuwan dan Teknolog Indonesia Dirikan Gedung MITI Center
September 3, 2013Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei, Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia beserta beberapa komunitas pegiat pangan lokal yang tersebar di seluruh Indonesia, membangkitkan kembali kesadaran masyarakat untuk kembali pada pangan lokal yang menjadi identitas bangsa melalui Gerakan Go Pangan Lokal.
Kampanye tanggal 19 Mei ini merupakan puncak acara dari serangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan sejak bulan Januari 2013, yaitu survei perilaku konsumen restoran waralaba asing dan lokal, lomba Fotografi Membangkitkan Kebanggaan terhadap Pangan Lokal, serta Lomba Penulisan Opini. Kampanye damai yang berlangsung serempak di empat kota besar yakni Jakarta, Bandung, Surabaya dan Yogyakarta ini diikuti oleh lebih dari 200 peserta. Selain kampanye lapangan ini, pada tanggal 20 Mei 2013 mendatang, akan ada kampanye secara massif melalui media sosial seperti twitter @GoPanganLokal dan fanspage facebook Go Pangan Lokal.
Hasil survey MITI terhadap 500 konsumen di empat kota besar di Indonesia, yaitu Bandung, Surabaya, Jakarta dan Yogyakarta, yang menunjukkan pola perilaku konsumsi masyarakat indonesia yang lebih memilih panganan asing daripada lokal membuat kami tergerak untuk melakukan pencerdasan masyarakat untuk kembali kepada identitas lokal dan nasional.
Perubahan pola perilaku ini juga menyebabkan maraknya impor mulai dari buah, sayur hingga makanan kemasan serta ketergantungan yang tinggi pada beras. Sebagai contoh, berdasarkan data FAO pada tahun 2011/ 2012, impor untuk beras mencapai 2,9 juta ton sedangkan gandum 5,73 juta ton. Akibatnya membuat Indonesia belum mampu mencapai kedaulatan pangan. Konsep kedaulatan pangan berarti mengembalikan hak atas pangan kepada masyarakat sesuai dengan potensi lokal yang dimiliki. Dengan demikian masyarakat akan mampu memenuhi sendiri kebutuhan pangannya, mandiri dan tidak bergantung pada pasokan wilayah lain.
Membudayakan kembali pangan lokal bukan hanya akan menghilangkan ketergantungan pada salah satu makanan pokok saja, tapi juga menambah asupan gizi yang lebih beragam, meningkatkan kesejahteraan petani, serta membangkitkan perekonomian para pelaku usaha pangan nasional dan menghemat pengeluaran Negara untuk impor. Selain itu dengan kembali mengkonsumsi pangan lokal, bangsa Indonesia tidak akan kehilangan budayanya.
Gerakan ini dilakukan MITI bersama beberapa lembaga mitra antara lain, Toekang Poto, HMPPI, Forces IPB, Edukasi Gizi, IAAS IPB, Gama Cedekia UGM, APPL Jogja, Foodreview, Klinik Agromina, Kampus Peduli, Kraton Telo, Speci, Bandung Hejo, Bandung Berkebun, Kelompok Studi UGM, dan UKM Penalaran Unair. Gerakan ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat untuk bangga pada pangan lokal dan mulai beralih kepada pangan lokal dalam konsumsi keseharian. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dapat menjadi motor penggerak dalam gerakan ini melalui pembiasaan menu makanan sehari-hari yang beragam. Dimulai dari keluarga, saat ini dan hal yang paling kecil, Go Pangan Lokal! Gue, Banget!
2 Comments
Go Pangan Lokal! Gue, Banget!
Go pangan lokal… saya setuju banget.
Tapi kita belum siap, baik secara ketersediaan ataupun budaya.
Ketika saya memperkenalkan Nasi Jagung dan Nasi Sorghum yang ditanak dengan rice cooker, teman-teman kelihatan “anti” meskipun hanya saya minta mencoba.
Saya takut saja, seperti ketika “Para Ilmuwan” mengajak Hemat Energi, tetapi semua yang bersuara kemana-mana pakai mobil pribadi dan cc – nya besar semua. Minimal 2000
kata mahasiswa “Hemat dari Hongkong”….