
Menuju 2035, PLTN Pertama Indonesia Harus Didukung Tiga Lembaga Strategis
April 28, 2025
Evaluasi BUMN Harus Dimulai dari Pertamina
Mei 1, 2025Pengelolaan aset negara senilai satu triliun dolar AS tak boleh berlangsung di balik tirai. Insiden pengusiran wartawan dari acara arahan Presiden Prabowo di Danantara justru menyalakan alarm penting: di mana posisi transparansi publik dalam tata kelola kekayaan negara?
Akses Media Dibatasi, Kekhawatiran Transparansi Meningkat
Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Dr. Mulyanto, angkat suara atas pengusiran wartawan dari Town Hall Danantara, Senin (28/4/2025), saat Presiden Prabowo memberikan arahan kepada manajemen lembaga baru tersebut. Menurutnya, tindakan ini justru bertolak belakang dengan semangat keterbukaan yang seharusnya menjadi roh utama pengelolaan badan publik.
“Harusnya pemerintah memberi akses seluas-luasnya kepada media untuk meliput acara tersebut. Media merupakan representasi masyarakat yang berhak tahu apa yang akan Presiden lakukan terhadap Danatara,” tegas Mulyanto.
Menurutnya, Danantara adalah lembaga publik yang mengelola aset luar biasa besar dan karenanya harus tunduk pada prinsip akuntabilitas. Upaya membatasi akses media, lanjutnya, hanya akan menumbuhkan prasangka negatif dari masyarakat.
“Sebagai lembaga publik yang diamanahi aset besar, sudah selayaknya Danatara diperhatikan dan diawasi masyarakat. Pelarangan wartawan justru mengundang kecurigaan dan prasangka tentang transparansi pengelolaannya,” ujarnya.
Arahan Presiden Apresiatif, Tapi Butuh Tindakan Nyata
Mulyanto mengapresiasi arahan Presiden Prabowo agar Danantara melakukan evaluasi menyeluruh terhadap 844 perusahaan BUMN, termasuk anak, cucu, dan cicit perusahaannya. Ia menekankan bahwa langkah ini harus ditindaklanjuti secara konkret.
“Arahan Presiden ini harus ditindaklanjuti secara serius dan konkret oleh Danantara. Jangan cuma sekadar retorika belaka,” katanya.
Menurut data, nilai aset yang dikelola Danantara meliputi dividen BUMN, saham, serta aset fisik dan non-fisik, dengan total mencapai 1 triliun dolar AS. Jumlah ini setara hampir separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia—angka yang tentu tidak bisa dianggap enteng.
Luka Lama yang Belum Pulih
MITI menyoroti bahwa minimnya transparansi pengelolaan aset BUMN telah menjadi akar berbagai skandal korupsi besar dalam dua dekade terakhir. Mulai dari korupsi di PT Pertamina senilai Rp195 triliun, PT Timah Rp300 triliun, hingga kasus di Asabri, Jiwasraya, dan Garuda Indonesia, semuanya meninggalkan jejak luka bagi kepercayaan publik.
“Kegeraman publik terhadap merebaknya kasus korupsi di BUMN ini kan sangat besar… Ini jumlah kerugian negara yang sangat fantastis, yang terekam di benak publik,” ujar Mulyanto.
Aset Negara, Bukan Aset Korporasi
Mulyanto memperingatkan agar Danantara tidak memposisikan diri sebagai entitas korporasi murni yang kebal terhadap pengawasan publik dan hukum. Ia menegaskan, aset yang dikelola tetaplah aset negara, sehingga wajib berada di bawah pengawasan KPK, BPK, dan DPR RI.
“Jangan sampai aset yang dikelola Danantara dianggap murni sebagai aset korporasi, di mana apabila terjadi kerugian maka itu dianggap kerugian korporasi dan tidak bisa diperiksa oleh KPK dan BPK tanpa izin DPR. Tentunya tidak bisa demikian,” tegasnya.
Sistem Merit dan Independensi Masih Dipertanyakan
Di sisi lain, pemerintah dinilai belum menunjukkan komitmen serius dalam menerapkan sistem merit dalam pengelolaan BUMN. Praktik penunjukan pejabat dari kalangan politik, menurut Mulyanto, justru menambah keraguan publik terhadap netralitas Danantara.
“Keseriusan pemerintah soal penerapan sistem merit di BUMN ini masih dipertanyakan. Kasus di depan mata, di mana Direktur Utama dan Komisaris Utama PT Pertamina justru diangkat dari anggota dewan pembina partai politik,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa intervensi politik dalam pengelolaan aset publik sangat berisiko, apalagi jika mengarah pada kepentingan elektoral semata.
“Akibatnya bisa jadi yang muncul di publik justru sebaliknya, yakni keraguan dan kekhawatiran bahwa pengelolaan Danantara ini akan diintervensi untuk kepentingan politik elektoral,” pungkasnya.
Transparansi Bukan Pilihan, Tapi Kewajiban
Jika pemerintah sungguh-sungguh ingin menjadikan Danantara sebagai motor kemakmuran bangsa, maka pengelolaan transparan dan akuntabel adalah harga mati. Membatasi liputan media hanyalah langkah mundur yang melemahkan kredibilitas institusi.
Danantara memegang kunci penting dalam pengelolaan kekayaan negara. Namun kunci itu harus digunakan dengan penuh tanggung jawab, dalam terang pengawasan publik dan bukan dalam bayang-bayang kekuasaan.