
Jangan Korbankan Peternak Demi Kepentingan Sesaat
April 23, 2025
Menuju 2035, PLTN Pertama Indonesia Harus Didukung Tiga Lembaga Strategis
April 28, 2025Rencana pelonggaran kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menuai sorotan tajam. Di balik potensi fleksibilitas yang ditawarkan, tersembunyi risiko besar bagi keberlangsungan industri nasional.
TKDN Bukan Sekadar Regulasi, Tapi Pilar Kemandirian Industri
Kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) telah lama menjadi tulang punggung pembangunan industri nasional. Implementasinya terbukti mendorong investasi, meningkatkan produktivitas, dan menciptakan lapangan kerja, khususnya di sektor manufaktur seperti alat kesehatan, farmasi, dan elektronik.
Namun, rencana pemerintah untuk melonggarkan persyaratan TKDN memicu kekhawatiran di kalangan ilmuwan dan pelaku industri. Budi Heru Santosa, Peneliti dari Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), mengingatkan bahwa kebijakan ini bisa menjadi bumerang bila tidak dirancang secara cermat.
“Kebijakan baru tersebut harus mempertimbangkan karakteristik setiap sektor industri dan rantai pasoknya untuk memastikan keberlanjutan dan daya saing industri domestik,” ujar Budi.
Ancaman Serbuan Produk Impor Murah
Salah satu risiko terbesar dari relaksasi TKDN adalah potensi membanjirnya produk impor murah dan berkualitas rendah yang bisa mematikan industri dalam negeri.
“Produk impor kemungkinan akan lebih kompetitif karena harga yang lebih rendah dan potensi subsidi dari negara asalnya. Hal ini bisa mengancam kelangsungan hidup industri nasional karena perusahaan lokal kesulitan bersaing,” jelas Budi.
Bukan hanya itu, pelonggaran ini juga dikhawatirkan akan menurunkan minat investasi serta memicu penutupan pabrik—dua hal yang sangat kontraproduktif terhadap tujuan pembangunan industri nasional yang kuat dan berdaya saing.
Dari Rantai Pasok Lokal hingga PHK Massal
Kebijakan TKDN selama ini menjadi tumpuan sektor otomotif, konstruksi, dan proyek-proyek pemerintah untuk menyerap bahan baku lokal. Jika pelonggaran diterapkan tanpa pendekatan strategis, maka sektor-sektor seperti pertambangan dan industri pendukung lainnya bisa ikut terdampak.
“Pelonggaran TKDN bisa mengurangi permintaan terhadap bahan baku lokal, yang mengarah pada penurunan industri terkait dan menurunkan kesempatan bagi UKM yang berfokus pada penyediaan bahan baku domestik,” tutur Budi.
Tak hanya itu, sektor padat karya seperti tekstil dan garmen juga bisa menjadi korban. Tanpa perlindungan kebijakan TKDN, industri ini akan kesulitan bertahan menghadapi serbuan produk impor, yang berpotensi memicu PHK massal dan meningkatkan angka pengangguran.
Jangan Jadikan Indonesia Pasar Saja
MITI juga menyoroti kemungkinan bahwa perusahaan asing akan semakin memindahkan produksinya ke luar negeri jika pelonggaran dilakukan. Akibatnya, Indonesia bisa terjebak menjadi pasar konsumsi, bukan produsen, yang membuat posisi negara semakin lemah dalam rantai nilai global.
“Dikhawatirkan perusahaan asing akan memanfaatkan pelonggaran TKDN untuk memindahkan produksi ke luar negeri, sementara Indonesia hanya dijadikan sebagai pasar. Ini akan merugikan pengembangan industri nasional,” tegas Budi.
Jika Harus Longgar, Pastikan Ada Kompensasi Strategis
Budi menekankan, jika pemerintah terpaksa melonggarkan kebijakan TKDN, maka langkah tersebut harus dibarengi dengan strategi jangka panjang yang kuat.
“Pemerintah wajib memfasilitasi pengembangan inovasi dan peningkatan efisiensi industri dalam negeri untuk memperkuat daya saing nasional. TKDN harus berbasis pada inovasi dan insentif,” paparnya.
Investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D), pendidikan vokasi, serta transfer teknologi harus menjadi agenda prioritas. Selain itu, pemerintah perlu mempercepat hilirisasi industri dan diversifikasi rantai pasok, agar nilai tambah tetap dinikmati di dalam negeri.
Jangan Gadaikan Masa Depan Industri Demi Kemudahan Sementara
Rencana pelonggaran TKDN tidak bisa dilihat sebagai solusi jangka pendek semata. Tanpa mitigasi risiko yang komprehensif, kebijakan ini bisa merusak fondasi industri nasional yang telah dibangun bertahun-tahun. Pemerintah dituntut untuk bertindak bijak—memastikan bahwa kebijakan apa pun tetap berpihak pada kemandirian industri, perlindungan tenaga kerja, dan ketahanan ekonomi nasional.