Kenali Orang Lewat Golongan Darah
April 10, 2014Kenali Orang Lewat Golongan Darah
April 14, 2014Tangerang (29/03)- Air yang merupakan sumber kehidupan, dapat menjadi penyebab berbagai bencana khususnya bencana banjir. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya air harus dilakukan dengan sebaik-baiknya agar ketersediaan air bisa terjamin dan bencana kekeringan atau kelangkaan air bersih bisa dihindari. Pengelolaan sumber daya air yang terpadu dalam sebuh ‘kota cerdas’ (smart city) sangatlah dibutuhkan masyarakat.
Apakah yang dimaksud dengan Smart City? Penjelasan mengenai Smart City mengawali pembahasan dalam MITI DISCUSSION CLUB, Sabtu 29 Maret 2014. Deputi Kajian dan Kebijakan MITI, Dr. Dwi Handoko menguraikan faktor-faktor dan indikator sebuah Smart City versi Uni Eropa. Masdar City di Uni Emirat Arab menjadi salah satu contoh kota yang menerapkan konsep Smart City. Doktor lulusan Shizuoka University ini menyatakan bahwa untuk mengaplikasikan konsep Smart City di Indonesia terdapat beberapa dilema, seperti ‘apakah perlu dibuat sebuah kota baru yang sedari awal telah dirancang dengan konsep Smart City?’ ataukah ‘Konsep Smart City dapat diterapkan pada kota-kota yang telah ada?’. Atas dilema tersebut, maka terlebih dahulu perlu dirumuskan bagaimana konsep Smart City yang paling sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Hal tersebut menjadi latar belakang diselenggarakannya Seri Kajian Smart City oleh Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia.
Seri Kajian Smart City akan diadakan tiga kali, yakni pada bulan Maret dalam rangka memperingati Hari Air, bulan April dalam rangka memperingati Hari Bumi, dan bulan Juni dalam rangka memperingari Hari Lingkungan Hidup. Pada Seri Kajian Smart City bulan Maret yang diberi judul “AIR; SUMBER DAYA ATAU SUMBER BENCANA? Pengelolaan Sumber Daya Air dan Mitigasi Bencana” setelah penjelasan mengenai konsep Smart City yang diuraikan oleh Dr. Dwi Handoko, penjelasan mengenai pengelolaan sumber daya air diuraikan oleh Dipl.-Ing. Budi Heru Santosa, M.Sc. Kebutuhan pembangunan dewasa ini, seringkali dihadapkan dengan berbagai permasalahan lingkungan. Permasalahan yang terkait sumber daya air,diantaranya terkait perubahan sifat daerah aliran sungai (tutupan lahan, penyempitan polder, penyempitan sungai), pembangunan infrastruktur sumber daya air yang tidak memadai serta kualitas infrastruktur sumber daya air. Dalam uraiannya, pakar manajemen sumber daya air BPPT ini turut menyampaikan beragam solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut. Budi Heru Santosa juga memiliki master plan mengenai sumber daya air, drainase, penyediaan air bersih dan sanitasi untuk dapat diterapkan dalam sebuah Smart City.
Uraian terakhir disampaikan oleh Dr. Udrekh, Kepala Bidang Kebencanaan BPPT. Karyawan Terbaik Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT Tahun 2013 ini menceritakan perjalanan ‘Si Jampang’, Sistem Informasi Hujan dan Genangan Berbasis Keruangan. Kelahiran ‘Si Jampang’ diawali dengan dibangunnya Neonet untuk membentuk Jejaring Observasi Kebumian melalui sinergi pada tahun 2008. Diawalai dengan merintis program Hydrometeorological Array for ISV-Monsoon AUtomonitoring (HARIMAU) yang memanfaatkan data radar sebagai informasi berharga mengenai sebaran hujan/awan berpotensi hujan. Data ini diukur setiap 6 menit sekali dengan cakupan radar 105 km sampai dengan 240 km dan dapat menggembarkan curah hujan pada ketinggian 0,5 km sampai dengan 20 km. Data ini akhirnya diupayakan agar dapat diakses secara online sehingga akhirnya Si Jampang mulai diluncurkan pada 8 Mei 2010. Selanjutnya, perkembangan teknologi yang dimiliki Si Jampang terus dilakukan demi memenuhi kebutuhan masyarakat akan akses informasi mengenai lokasi banjir serta deteksi dini terjadinya banjir. Selain dengan memanfaatkan teknologi, informasi-informasi mengenai tinggi muka air sungai, seberapa lama dan dimana banjir terjadi diperoleh dari data aktual yang disampaikan langsung oleh masyarakat. Si Jampang memiliki dukungan dari ratusan kontributor hujan dan banjir dan bersinergi dengan komunitas-komunitas masyarakat peduli banjir. Si Jampang dapat diakses dengan mudah melalui gadget masing-masing. Dengan demikian, pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai hidrometeorologi dapat melakukan analisis permodelan dari data yang lengkap melalui Si Jampang. Para pengambil keputusan pun dapat membuat kebijakan penanggulangan banjir yang tepat dan terukur dengan memanfaatkan kelengkapan data. Pada akhirnya, Si Jampang yang pada awalnya hanya dapat menghimpun informasi dan data di sekitar wilayah Jakarta diharapkan dapat dimanfaatkan oleh segenap masyarakat Indonesia yang membutuhkannya.
Seri Kajian Smart City yang pertama dalam MITI DISCUSSION FORUM menghasilkan rumusan panjang mengenai bagaimana sebuah Smart City di Indonesia mengelola sumber daya airnya. Master Plan mengenai pengelolaan sumber daya air yang telah dikemukakan oleh Budi Heru Santosa, M.Sc., serta pemanfaatan teknologi yang dikembangkan oleh Dr. Udrekh dapat menjadi inspirasi agar sumber daya air yang ada tidak berubah menjadi sumber bencana. Indikator sebuah Smart City diharapkan tidak berhenti pada tataran kebijakan, bukan sebatas aturan atau standar-standar kelayakan.
Selama ini, masyarakat cenderung menyalahkan pemerintah atas kealpaan yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya air, termasuk atas terjadinya bencana banjir di sejumlah kota.

Dr. Udrekh, Kepala Bidang Kebencanaan PTLWB BPPT menyampaikan kesimpulan dalam MITI Discussion Forum.
Padahal, masyarakat juga dapat memberikan sumbangsih yang tidak kalah besar. Cara kerja Si Jampang dapat dijadikan model keterlibatan masyarakat dalam membangun sistem penanganan bencana banjir. “Kuncinya adalah sinergi. Kalau hanya mengandalkan kebijakan, seringkali para pembuat kebijakan tidak konsisten dengan kebijakan yang yang dibuatnya sendiri…”, tandas Dr. Udrekh saat diminta menyimpulkan diskusi hangat siang itu.(UA)