
Pembebasan WNA Penambang Emas Ilegal 774 Kg Dinilai Janggal
Januari 16, 2025
Polemik Gas Melon 3 KG, Pemerintah Perlu Terapkan Strategi Bertahap
Februari 4, 2025Awal Pemerintahan yang Belum Menyala Terang
Memasuki 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, publik menanti arah kebijakan dan gebrakan nyata. Namun, menurut penilaian Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), kinerja pemerintahan sejauh ini masih tampak “datar-datar saja”—tanpa lompatan besar yang mengesankan.
“Masyarakat masih menunggu terobosan konkret. Sayangnya, sejauh ini tidak terlihat ada capaian yang layak dirayakan,” ujar Mulyanto, Pembina MITI sekaligus mantan Anggota Komisi VII DPR RI.
Isu ‘Dua Matahari’ dan Fokus Kepemimpinan
MITI mengingatkan pentingnya Presiden Prabowo untuk lebih memusatkan perhatiannya ke dalam negeri. Menurut Mulyanto, dinamika politik saat ini masih memperlihatkan bayang-bayang kepemimpinan masa lalu.
“Pak Jokowi belum sepenuhnya move on, apalagi masih terus ditanggapi media. Sehingga publik menangkap kesan seolah ada dua matahari kembar. Ini tidak sehat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegasnya.
Pagar Laut, Ketegasan Presiden, dan Aib Menteri
Salah satu langkah Presiden yang diapresiasi publik adalah saat memerintahkan langsung pembongkaran pagar laut di pesisir Tangerang, Banten. Ketegasan ini dinilai sebagai bentuk kepemimpinan yang tegas, meskipun sekaligus mengungkap kelemahan di internal kabinet.
“Masyarakat senang dengan ketegasan Presiden dalam membongkar pagar laut. Tapi masyarakat juga tengah menanti sikap tegas terhadap aspek pidana dari kasus tersebut. Jangan berhenti di simbolik saja,” ujar Mulyanto.
Ia juga menyentil Menteri Kelautan dan Perikanan yang dianggap “mbalelo” karena lamban menyikapi isu yang sudah menjadi sorotan publik itu.
Satu Menteri yang Bekerja Cepat: Nusron Wahid
Di tengah situasi yang belum menentu, MITI menyoroti satu sosok menteri yang dinilai paling menonjol dalam 100 hari ini: Menteri ATR/BPN Nusron Wahid.
“Cara dia menyikapi kasus PIK 2 dan status tata ruangnya sangat keren. Ia berani menyatakan bahwa wilayah tersebut masih hutan lindung dan ada ketidaksesuaian dalam perizinan,” kata Mulyanto.
Langkah Nusron yang dianggap paling progresif adalah ketika ia membatalkan SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) yang baru terbit di tahun 2023, terkait lahan di sekitar pagar laut misterius. Aksi pembatalan itu dilakukan secara terbuka di Pantai Desa Kohod, Tangerang.
“Gerakan Nusron seperti lari sprint. Cepat dan tegas. Layak diacungi dua jempol,” puji Mulyanto.
Sorotan Kinerja Menteri Pendidikan dan Polri
Namun, tidak semua menteri mendapat rapor baik. Mulyanto menyoroti performa Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang justru sedang menghadapi demo dari pegawai internalnya sendiri.
“Ada dugaan perlakuan kasar terhadap bawahannya. Kasus seperti ini baru pertama kali terjadi, apalagi di kementerian pendidikan tinggi, yang seharusnya menjadi tempat orang-orang santun dan berilmu,” ungkapnya prihatin.
Kritik semakin tajam ketika sang menteri menyetujui ide perguruan tinggi diberi akses Izin Usaha Pertambangan (IUP). “Salah-salah bisa hancur perguruan tinggi kita. Mereka malah asyik mengurus tambang daripada menjalankan tugas pokoknya: mendidik bangsa,” ujarnya.
Selain itu, MITI juga menilai kinerja Polri masih menjadi titik lemah yang paling dirasakan masyarakat.
“Rasa-rasanya, inilah institusi yang paling banyak mendapat hujatan dari publik. Kenapa? Karena harapan masyarakat sangat tinggi terhadap tugas pengayoman Polri. Sayangnya, tidak terbayar,” sindir Mulyanto.
Menanti Kepemimpinan yang Lebih Progresif
Evaluasi MITI terhadap 100 hari awal pemerintahan Prabowo adalah alarm penting bahwa ekspektasi publik masih belum terpenuhi. Di tengah tantangan geopolitik dan ekonomi, masyarakat membutuhkan kepemimpinan yang tegas, fokus, dan mampu menyatukan kekuatan nasional.
Langkah-langkah tegas seperti pembongkaran pagar laut dan keberanian membenahi status lahan bermasalah harus dilanjutkan dengan konsistensi dan penguatan koordinasi antar kementerian.
Indonesia butuh lebih dari sekadar simbol dan seremoni. Diperlukan pemimpin yang benar-benar hadir, fokus ke dalam negeri, dan mampu mengelola sumber daya manusia serta alam secara berdaulat dan berkelanjutan.